NOVEL
LEILA S. CHUDORI

Tulisan ini mengenai pandangan dan perspektif saya ketika selesai membaca buku “PULANG” Karya Mba Leila.
Buku ini menjadi salah satu buku terfavorit saya. Pada tanggal 27 maret 2025 saya membeli buku ini dengan harga Rp 130.000 , saya membeli di Toko buku Gramedia. Saya mengetahui buku ini melalui guru disekolah dan merekomendasikan untuk saya beli dan membacanya. Tentu membaca dan membeli buku menjadi hobi bagi diri saya.
Pulang merupakan novel bergenre Fiksi Sejarah karya penulis kenamaan Leila S. Chudori. Buku ini berisi tentang drama keluarga, persahabatan, cinta, dan pengkhianatan. Membaca novel ini berarti siap diajak time-travel mengunjungi tiga peristiwa bersejarah, yaitu: Indonesia 30 September 1965, Prancis Mei 1968, dan Indonesia Mei 1998. Lewat kisah-kisah yang menghubungkan ketiga latar sejarah tersebut, pembaca akan menikmati pembawaan khas Mba Leila sekali.
Novel ini memiliki banyak tokoh, namun Mba Leila sangat cakap dalam mengelolanya. Terlihat dari pentingnya tokoh-tokoh ini untuk mendukung jalannya cerita, bukan hanya tempelan semata. Saya tidak bisa secara gamblang menyebutkan tokoh siapa yang memiliki kisah ini. Pada intinya — sejauh yang saya tangkap — buku ini mengisahkan segelintir orang yang jalan hidupnya sangat dipengaruhi tiga kejadian bersejarah itu. Kelam dan berdarah, mengiris pilu dan sendu.
Dimas Suryo, si paling dominan dalam cerita ini, seorang eksil politik yang berujung terdampar di Paris, Prancis, akibat dari kejadian G30S. Ia tiba di Paris bertepatan dengan Revolusi Prancis 1968. Di sinilah Dimas membangun kehidupan barunya: beristri (orang Prancis), berketurunan, dan mencari nafkah. Namun di balik itu, Dimas dan jiwanya tetap tinggal di Indonesia yang berhenti dipandangnya sejak tahun 1965.
Lintang Utara Suryo, anak Dimas Suryo dan Vivine Deveraux, berhasil masuk ke Indonesia pada tahun 1998 untuk merekam pengalaman korban tragedi G30S sebagai tugas akhir kuliahnya. Lintang menguak fakta demi fakta dan menemukan banyak hal yang menampar sisi kemanusiaannya lewat sejarah paling berdarah yang terjadi di negerinya itu.
Lintang bersama Segara Alam, anak Hananto, satu-satunya sejawat Dimas Suryo yang tersapu, menjadi saksi salah satu peristiwa besar di sepanjang sejarah Indonesia, yaitu kerusuhan Mei 1998 dan jatuhnya pemimpin yang telah 32 tahun berkuasa. Cerita ini berakhir dengan Lintang yang memilih bersama Alam, dan Dimas Suryo yang akhirnya bisa pulang ke Indonesia — meski hanya jasadnya yang berujung dikubur di Karet.
Salah satu yang membuat saya bertanya — mungkin karena tidak sesuai dengan kultur dan nilai yang saya anut — adalah cara Penulis membawakan kisah romansa. Seluruh tokoh dibuat mempunyai persepsi yang sama: tentang kontak fisik sebelum pernikahan adalah hal yang sangat wajar dan biasa. Seperti inilah tanda cinta. Entah ini memang kultur yang sudah mandarah daging sejak tahun 1965 bahkan sebelumnya — tidak ada yang saya ketahui tentang ini — atau memang inilah cara pandang penulis yang kemudian dituangkan dalam interaksi antar tokohnya.
Tentang gaya bercerita atau penulisan, saya kira Mba Leila selalu dapat membuat Pembaca betah membaca dan larut dalam ramuan diksinya. Penokohan yang dibuat terasa kuat dan hidup. Jangan lupakan pembaca juga diajak berwisata kuliner lewat tokoh-tokohnya. Selain itu, sederet nama terkenal yang turut disinggung dalam novel ini, seperti: Chairil Anwar, James Joyce, Subagio Sastrowardoyo, John Keats, Pramoedya Ananta Toer. Juga beberapa kisah-kisah yang terdengar asing bagi seseorang yang belum banyak membaca karya sastra seperti saya. Di sini saya melihat, penulis seakan ingin menunjukkan bahwa para tokoh memiliki inteligensi tinggi, sehingga mempengaruhi pola pikirnya.
Salah satu kutipan yang saya sukai dalam buku ini adalah “Rumah adalah tempat di mana aku merasa bisa pulang.” Itu kata Dimas kepada Vivine (hlm. 206).
Mungkin ini ada kaitannya tentang pemaknaan judul ‘Pulang’. Walaupun tidak dijelaskan secara eksplisit, saya menafsirkan ini bermakna bagi Dimas ingin ‘pulang’ ke Indonesia, negeri yang selalu menjadi rumah baginya. Atau tentang Vivine yang kecewa mengapa berpuluh tahun di Paris, Dimas tak juga menganggap Prancis adalah rumah baginya. Juga bagi Lintang yang mengorek masa lalu tentang ‘rumah’-nya yang lain. Rumah itu adalah bagian dirinya yang tidak ia tahu, kecuali dari cerita orang-orang di sekitarnya. Namun akhirnya, ia merasa ‘pulang’ di sini, di Indonesia dan segala carut-marutnya ini.
Refrensi
novel”PULANG”
https://www.gramedia.com
https://www.Wikipedia.com
KEREEEEEENNNNN BANGETTTT!!
Pengalaman David saat membaca novel “PULANG” yang ternyata memiliki cerita yang menarik dan membuat saya ingin membacanya. Ditunggu ya David pengupasan buku lainnya !!!!!!
saat gua membaca sungguh sangat keren penjabaran yang diberikan dan gua sangat suka